Kritik Musik : Balada Sepanjang Masa

BALADA SEPANJANG MASA
Konser Musik Untuk Kehidupan

Konser Balada Sepanjang Masa yang digelar di Teater Salihara akhir pekan, pada hari sabtu tanggal 12 Desember 2015. Bergenre Balada, konser musik untuk kehidupan melalui lagu, mereka menyuarakan kepedulian sekaligus keprihatian terhadap bumi kerusakan hutan, polusi, sungai, hilangnya mata air, kekeringan, penebangan hutan, hingga persoalan asap serta kekerasan menjadi tema yang tak lelah disuarakan oleh para musisi balada.

Dominasi petikan gitar, perkusi, serta alat musik etnik ini meski sepi publikasi namun tetap setia mengayun berbagai persoalan yang tengah mendera di negeri ini.
“Bumi tak lagi ramah, bumi tak lagi tersenyum. Bumi menjerit namun tak bersuara. Ku bersedih menatap wajah bumi yang semakin pucat dan tak terobati”. Petikan gitar akustik Arief Setiawan terasa menyayat hati.


Arief yang jauh-jauh datang dari Pare-pare, Sulawesi Selatan ke  kota Jakarta untuk meramaikan pentas “Balada Sepanjang Masa”. “Keindahan alam yang terbentang luas,semua menjadi berubah ketika manusia berulah” begitulah ketika Arief bercerita. Lagu berjudul “Wajah Bumi” ini lirik dan lagunya digubah oleh Arief sendiri.
Jodhi Yudono, musisi balada dari Jakarta ini juga menyuarakan tentang kepedihannya atas mata air yang hilang. “Saya berpikir, orang nantinya berperang bukan karena masalah ideologi atau agama, melainkan berperang karena rebutan mata air” selanya.

Pentas Balada digagas musisi senior Ully Hary Rusady yang bermain di jalur musik balada selama 36 tahun ini menggagas dibentuknya Rumah Balada Indonesia (RBI) 2 tahun lalu.
“Kami ingin menggulirkan rasa cinta terhadap Tanah Air dan membentuk manusia yang memiliki kepedulian sosial. Hal itu mesti diwujudkan dengan tidak merusak bumi dan kehidupan didalamnya” ujar Ully.
Ully yang menulis dan menyanyikan lagu berjudul “Balada Jati Gede” tersebut, sebagai bentuk kepeduliannya terhadap pembangungan Waduk Jati Gede yang tidak peduli terhadap keberadaan situs bersejarah Kerajaan Sumedang Larang di Sumedang, Jawa Barat. Ada 25 situs siap ditenggelamkan Waduk Jati Gede sebelum para aktivis turun gunung untuk menyelamatkannya. Jati Gede menjadi penanda lumpuhnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Ia pun mengajak murid-muridnya dari sekolah, Vini, Vidi, Vici untuk ikut berpentas. Tema yang diusung pentas “Balada Sepanjang Masa” ini adalah persoalan mata air.
Di sela-sela pentas, Ully menarasikan betapa parahnya kerusakan yang dialami oleh mata air kita. Mata air juga hilang seiring dengan rusaknya kawasan pegunungan dan bukit-bukit kapur.
Dengan pentas di malam itu, para musisi balada seolah ingin berteriak lantang bahwa mereka masih ada dan siap bertindak demi menyelamatkan kehidupan.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Isi Kandung Surah Al-Hujurat Ayat 10 dan 12

Teks Negosiasi antara Karyawan dan Pengusaha

KONJUGASI PARAMECIUM